Sabtu, 21 Januari 2012

Pembelajaran Pada Anak Tuna Netra



Tuna Netra (Visually Impaired) adalah mereka yang penglihatannya menghambat untuk memfungsikan dirinya dalam pendidikan, tanpa menggunakan material khusus, latihan khusus atau bantuan lainnya secara khusus.
http://suaraterbaru.com/wp-content/uploads/2012/01/Tuna-Netra.gif
Mereka termasuk anak yang :
·         Melihat dengan acuity ketajaman 20/70 (anak tunanetra melihat dari jarak 20 feet sedangkan orang normal dan jarak 70 feet).
·         Mampu membaca huruf E paling besar di Snellen Chart dari jarak 20 feet (acuity 20/200 – legally blind)
Secara pendidikan, tunanetra dikelompokkan menjadi:
·         Mereka mampu membaca cetakan standard.
·         Mampu membaca cetakan standard dengan menggunakan kaca pembesar.
·         Mampu membaca cetakan besar (ukuran huruf No. 18).
·         Mampu membaca cetakan kombinasi cetakan regular dan cetakan besar.
·         Membaca cetakan besar dengan menggunakan kaca pembesar.
·         Menggunakan Braille tapi masih bisa melihat cahaya (sangat berguna untuk mobilitas).
·         Menggunakan Braille tetapi tidak punya persepsi cahaya.
Keterbatasan anak tunanetra ada tiga:
1.     Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru.
2.     Keterbatasan dalam berinteraksi dengan tingkungan
3.     Keterbatasan dalam mobilitas.
Karena itu pembelajaran bagi tunanetra harus mengacu kepada:
·         Kebutuhan akan pengalaman kongkrit.
·         Kebutuhan akan pengalaman memadukan
·         Kebutuhan akan berbuat dan bekerja dalam belajar.
Tunanetra dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1.     Kelempok buta dengan media pendidikannya adalah tulisan braille.
2.     Kelornpok low Vision dengan medianya adalah tulisan awas.
Perkembangan Motorik Anak Tunanetra
Perkembangan motorik anak tunanetra cendrung lambat dibandingkan dengan anak awas pada umumnya. Keterlambatan ini terjadi karna dalam perkembangan perilaku motorik diperlukan adanya koordinasi fungsional antara neuromuscular system (system persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif), serta kesempatan yang diberikan oleh lingkungan.
Pada anak tunanerta mungkin fungsi neuromuscular system tidak bermasalah tetapi fungsi psikisnya kurang mendukung serta menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya. Secara fisik, mungkin anak mampu mencapai kematangan sama dengan anak awas pada umumnya, tetapi karna fungsi psikisnya (seperti pemahaman terhadap realitas lingkungan, kemungkinan mengetahui adanya bahaya dan cara menghadapi, keterampilan gerak yang serba terbatas, serta kurangnya keberanian dalam melakukan sesuatu) mengakibatkan kematangan fisiknya kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam melakukan aktivitas motorik. Hambatan dalam fungsi psikis ini secara langsung atau tidak langsung terutama berpangkal dari ketidakmampuannya dalam melihat.
You might also like:

Minggu, 15 Januari 2012

pendidikan multi kultural

Artikel:
Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural

 PENDIDIKAN / EDUCATION.   Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural
Topik: pendidikan multikultural
MULTIKULTURALISME DAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
(Sebuah Kajian Awal)
Oleh : Muhaemin el-Ma'hady

A. Pendahuluan

Sedikitnya selama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar kelompok yang meledak secara sporadis di akhir tahun 1990-an di berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam Negara-Bangsa, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok. Konteks global setelah tragedi September 11 dan invasi Amerika Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas di dalam era reformasi menambah kompleknya persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia.

Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama.

Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat "multikultural". Tetapi pada pihak lain, realitas "multikultural" tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali "kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi "integrating force" yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut.

Perbedaan budaya merupakan sebuah konduksi dalam hubungan interpersonal. Sebagai contoh ada yang orang yang bila diajak bicara (pendengar) dalam mengungkapkan perhatiannya cukup dengan mengangguk-anggukan kepala sambil berkata "uh. huh". Namun dalam kelompok lain untuk menyatakan persetujuan cukup dengan mengedipkan kedua matanya. Dalam beberapa budaya, individu-individu yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara individu yang statusnya rendah hanya menerima saja sementra dalam budaya lain justru sebaliknya.

Beberapa psikolog menyatakan bahwa budaya menunjukkan tingkat intelegensi masyarakat. Sebagai contoh, gerakan lemah gemulai merupakan ciri utama masyarakat Bali. Oleh karena kemampuannya untuk menguasai hal itu merupakan ciri dari tingkat intelligensinya. Sementara manipulasi dan rekayasa kata dan angka menjadi penting dalam masyarakat Barat. Oleh karenanya "keahlian" yang dimiliki seseorang itu menunjukkan kepada kemampuan intelligensinya.

Paling tidak ada tiga kelompok sudut pandang yang biasa berkembang dalam menyikapi perbedaan identitas kaitannya dengan konflik yang sering muncul. Pertama, pandangan primordialis. Kelompok ini menganggap, perbedaan-perbedaan yang berasal dari genetika seperti suku, ras (dan juga agama) merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan etnis maupun agama. Kedua, pandangan kaum instrumentalis. Menurut mereka, suku, agama dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar, baik dalam bentuk metril maupun non-materiil. Konsepsi ini lebih banyak digunakan oleh politisi dan para elit untuk mendapatkan dukungan dari kelompok identitas. Dengan meneriakkan "Islam" misalnya, diharapkan semua orang Islam merapatkan barisan untuk mem-back up kepentingan politiknya. Oleh karena itu, dalam pandangan kaum instrumentalis, selama setiap orang mau mengalah dari prefence yang dikehendaki elit, selama itu pula benturan antar kelompok identitas dapat dihindari bahkan tidak terjadi. Ketiga, kaum konstruktivis, yang beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas, bagi kelompok ini, dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Karenanya, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka, persamaan adalah anugrah dan perbedaan adalah berkah.

Dalam konteks pendapat yang ketiga, terdapat ruang wacana tentang multikulturalisme dan pendidikan multikultural sebagai sarana membangun toleransi atas keragaman. Wacana ini mulai ramai terdengar di kalangan akademis, praktisi budaya dan aktifis di awal tahun 2000 di Indonesia.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai kajian tentang multikulturalisme dan pendidikan multikultural sebagai bahan kajian lanjutan untuk mengetahui corak, peluang dan tantangan pendidikan multikultural di Indonesia.

B. Perjalanan Multikulturalisme dan Wacana Pendidikan Multikultural

Konsep pendidikan multikultural di negara-negara yang menganut konsep demokratis seperti Amerika Serikat dan Kanada, bukan hal baru lagi. Mereka telah melaksanakannya khususnya dalam dalam upaya melenyapkan diskriminasi rasial antara orang kulit pulit dan kulit hitam, yang bertujuan memajukan dan memelihara integritas nasional.

Pendidikan multikultural mengakui adanya keragaman etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa, sebagaimana dikatakan R. Stavenhagen:

Religious, linguistic, and national minoritas, as well as indigenous and tribal peoples were often subordinated, sometimes forcefully and against their will, to the interest of the state and the dominant society. While many people... had to discard their own cultures, languages, religions and traditions, and adapt to the alien norms and customs that were consolidated and reproduced through national institutions, including the educational and legal system.

Di Amerika, sebagai contohnya muncul serangkaian konsep tentang pluralitas yang berbeda-beda, mulai dari melting pot sampai multikulturalisme. Sejak Columbus menemukan benua Amerika, berbagai macam bangsa telah menempati benua itu. Penduduk yang sudah berada di sana sebelum bangsa-bangsa Eropa membentuk koloni-koloni mereka di Amerika Utara, terdiri dari berbagai macam suku yang berbeda-beda bahasa dan budayanya. Tetapi di mata bangsa Anglo-Sakson yang menyebarkan koloni di abad ke-17, tanah di Negara baru itu ada kawasan tak bertuan dan bangsa-bangsa yang ditemui di benua baru itu tak lebih dari makhluk primitif yang merupakan bagian dari alam yang mesti ditaklukkan. Dari perspektif kaum Puritan yang menjadi acuan utama sebagian besar pendatang dari Inggris tersebut, berbagai suku bangsa yang dilabel secara generik dengan nama "Indian" adalah bangsa kafir pemuja dewa yang membahayakan kehidupan komunitas berbasis agama tersebut. Di sini terlihat bagaimana pandangan berperspektif tunggal yang datang dari budaya tertentu membutakan mata terhadap kenyataan keragaman yang ada.

Amerika Serikat ketika ingin membentuk masyarakat baru-pasca kemerdekaannya (4 Juli 1776) baru disadari bahwa masyarakatnya terdiri dari berbagai ras dan asal negara yang berbeda. Oleh karena itu, dalam hal ini Amerika mencoba mencari terobosan baru yaitu dengan menempuh strategi menjadikan sekolah sebagai pusat sosialisasi dan pembudayaan nilai-nilai baru yang dicita-citakan. Melalui pendekatan inilah, dari Sd sampai Perguruan Tinggi, Amerika Serikat berhasil membentuk bangsanya yang dalam perkembangannya melampaui masyarakt induknya yaitu Eropa. Kaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan pada suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah toleransi tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.

Multikulturalisme secara etimologis marak digunakan pada tahun 1950-an di Kanada. Menurut Longer Oxford Dictionary istilah "multiculturalism" merupakan deviasi dari kata "multicultural" Kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat "multicultural dan multi-lingual".

Sedangkan wacana tentang pendidikan multikultural, secara sederhana pendidikan multikultural dapat didefenisikan sebagai "pendidikan untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan".

Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan "menara gading" yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagi akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.

Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa (Hilliard, 1991-1992). Sedangkan secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnic, ras, budaya, strata sosial dan agama.

Selanjutnya James Banks (1994) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan:

- Content integration

mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu.

-The Knowledge Construction Process

Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin)

-An Equity Paedagogy

Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun sosial.

-Prejudice Reduction

Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka

- Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik.

Dalam aktifitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran (obyek) dan sekaligus sebagai subyek pendidikan. Oleh sebab itu dalam memahami hakikat peserta didik, para pendidik perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya secara umum peserta didik memiliki lima ciri yaitu;

1. Peserta didik dalan keadaan sedang berdaya, maksudnya ia dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan dan sebagainya.

2. Mempunyai keinginan untuk berkembang ke arah dewasa.

3. Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda.

4. Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individu.

Menurut Tilaar, pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang "interkulturalisme" seusai perang dunia II. Kemunculan gagasan dan kesadaran "interkulturalisme" ini selain terkait dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari kolonialisme, dan diskriminasi rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas di negara-negara Barat sendiri sebagai akibat dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru merdeka ke Amerika dan Eropa.

Mengenai fokus pendidikan multikultural, Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultural domain atau mainstream. Fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-individu yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap "peduli" dan mau mengerti (difference), atau "politics of recognition" politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas.

Dalam konteks itu, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap "indiference" dan "Non-recognition" tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup subjek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang: sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Paradigma seperti ini akan mendorong tumbuhnya kajian-kajian tentang 'ethnic studies" untuk kemudian menemukan tempatnya dalam kurikulum pendidikan sejak dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan tentang subjek ini adalah untuk mencapai pemberdayaan (empowerment) bagi kelompok-kelompok minoritas dan disadventaged.

Istilah "pendidikan multikultural" dapat digunakan baik pada tingkat deskriftif dan normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriftif ini, maka kurikulum pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi; tema-tema tentang perbedaan ethno-kultural dan agama: bahaya diskriminasi: penyelesaian konflik dan mediasi: HAM; demokratis dan pluralitas; kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan.

Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal lima pendekatan, yaitu: pertama, pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme. Kedua, pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan. Ketiga, pendidikan bagi pluralisme kebudayaan. Keempat pendidikan dwi-budaya. Kelima, pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.

C. Wacana Multikulturalisme dan Pendidikan multikultural di Indonesia

Di Indonesia, pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru dilakukan. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati justru akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional.

Menurut Azyumardi Azra, pada level nasional, berakhirnya sentralisme kekuasan yang pada masa orde baru memaksakan "monokulturalisme" yang nyaris seragam, memunculkan reaksi balik, yang bukan tidak mengandung implikasi-implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan, terjadi peningkatan gejala "provinsialisme" yang hampir tumpang tindih dengan "etnisitas". Kecenderungan ini, jika tidak terkendali akan dapat menimbulkan tidak hanya disintegrasi sosio-kultural yang amat parah, tetapi juga disintegrasi politik.

Model pendidikan di Indonesia maupun di negara-negara lain menunjukkan keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk mencapainya. Sejumlah kritikus melihat bahwa revisi kurikulum sekolah yang dilakukan dalam program pendidikan multikultural di Inggris dan beberapa tempat di Australia dan Kanada, terbatas pada keragaman budaya yang ada, jadi terbatas pada dimensi kognitif.

Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan multikultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran, termasuk revisi buku-buku teks. Terlepas dari kritik atas penerapnnya di beberapa tempat, revisi pembelajaran seperti di Amerika Serikat merupakan strategi yang dianggap paling penting dalam reformasi pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari perspektif yang lebih beragam meruapakan suatu agenda pendidikan yang diperjuangkan intelektual, aktivis dan praktisi pendidikan. Di Jepang aktivis kemanusiaan melakukan advokasi serius untuk merevisi buku sejarah, terutama yang menyangkut peran Jerpang pada perang dunia II di Asia. Walaupun belum diterima, usaha ini sudah mulai membuka mata sebagian masyarakat akan pentingnya perspektif baru tentang perang, agar tragedi kemanusiaan tidak terulang kembali. Sedangkan di Indonesia masih diperlukan usaha yang panjang dalam merevisi buku-buku teks agar mengakomodasi kontribusi dan partisipasi yang lebih inklusif bagi warga dari berbagai latarbelakang dalam pembentukan Indonesia. Indonesia juga memerlukan pula materi pembelajaran yang bisa mengatasi "dendam sejarah" di berbagai wilayah.

Model lainnya adalah pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaran tetapi melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas. Contoh yang lain adalah model "sekolah pembauran" Iskandar Muda di Medan yang memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya dan menyusun program anak asuh lintas kelompok. Di Amerika Serikat bersamaan dengan amsuknya wacana multikulturalisme, dilakukan berbagai lokakarya di sekolah-sekolah maupun di masyarakt luas untuk meningkatkan kepekaan sosial, toleransi dan mengurangi prasangka antar kelompok.

Untuk mewujudkan model-model tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski, pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis transformasi, yakni: (1) transformasi diri; (2) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar, dan (3) transformasi masyarakat.

Menyusun pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan anatar kelompok mengandung tantangan yang tidak ringan. Pendidikan multikultural tidak berarti sebatas "merayakan keragaman" belaka. Apalagi jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi dan bersifat rasis. Dapat pula dipertanyakan apakah mungkin meminta siswa yang dalam kehidupan sehari-hari mengalami diskriminasi atau penindasan karena warna kulitnya atau perbedaannya dari budaya yang dominan tersebut? Dalam kondisi demikian pendidikan multikultural lebih tepat diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran dan bebas toleransi.

Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural, yaitu:

Pertama, tidak lagi terbatas pada menyamakan pandangan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atan pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi bahwa tanggung jawab primer menegmbangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka dan justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.

Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan kebudayaan dengan kelompok etnik adalah sama. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. secra tradisional, para pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun program-program pendidikan multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotip menurut identitas etnik mereka dan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.

Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu "kebudayaan baru" biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa uapaya-upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidarits kelompok adalah menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.

Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi ditentukan oleh situasi.

Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan bahwa pendidikan (baik dalam maupun luar sekolah) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikhotomi antara pribumi dan non-pribumi. Dikotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik.

Dalam konteks keindonesiaan dan kebhinekaan, kelima pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Masyarakat adalah kumpulan manusia atau individu-individu yang terjewantahkan dalam kelompok sosial dengan suatu tantangan budaya atau tradisi tertentu. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Zakiah Darajat yang menyatakan, bahwa masyarakat secara sederhana diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kubudayaan dan agama.

Jadi dapat dipahami inti masyarakat adalah kumpulan besar individu yang hidup dan bekerja sama dalam masa relatif lama, sehingga individu-individu dapat memenuhi kebutuhan mereka dan menyerap watak sosial. Kondisi itu selanjutnya membuat sebagian mereka menjadi komunitas terorganisir yang berpikir tentang dirinya dan membedakan ekstensinya dari ekstensi komunitas. Dari sisi lain, apabila kehidupan di dalam masyarakat berarti interaksi antara individu dan lingkungan sosialnya. Maka yang menjadikan pembentukan individu tersebut adalah pendidikan atau dengan istilah lain masyarakat pendidik.

Oleh karena itu, dalam melakukan kajian dasar kependidikan terhadap masyarakat. Secara garis besar dasar-dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Masyarakat tidak ada dengan sendirinya. Masyarakat adalah ekstensi yang hidup, dinamis, dan selalu berkembang.

2) Masyarakat bergantung pada upaya setiap individu untuk memenuhi kebutuhan melalui hubungan dengan individu lain yang berupaya memenuhi kebutuhan.

3) Individu-individu, di dalam berinteraksi dan berupaya bersama guna memenuhi kebutuhan, melakukan penataan terhadap upaya tersebut dengan jalan apa yang disebut tantangan sosial.

4) Setiap masyarakat bertanggung jawab atas pembentukan pola tingkah laku antara individu dan komunitas yang membentuk masyarakat.

5) Pertumbuhan individu di dalam komunitas, keterikatan dengannya, dan perkembangannya di dalam bingkai yang memnuntunya untuk bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya.

Bila penjelasan di atas ditarik di dalam dunia pendidikan, maka masyarakat sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik. Sebab keberadaan masyarakat merupakan laboratorium dan sumber makro yang penuh alternatif untuk memperkaya pelaksanaan proses pendidikan.

Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan satu hal penting untuk kemajuan pendidikan.

Penutup

Pendidikan multikultural adalah suatu penedekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan dan praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan.

Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan keadilan sosial dan persamaan hak dalam pendidikan. Sedangkan dalam doktrin Islam sebenarnya tidak membeda-bedakan etnik, ras dan lain sebagainya dalam pendidikan. Manusia semuanya adalah sama, yang membedakannya adalah ketakwaan mereka kepada Allah Swt. Dalam Islam, pendidikan multikultural mencerminkan bagaimana tingginya penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan tidak ada perbedaan di antara manusia dalam bidang ilmu.

Pendidikan multikultural seyogyanya memfasilitasi proses belajar mengajar yang mengubah perspektif monokultural yang esensial, penuh prasangka dan diskriminatif ke perspektif multikulturalis yang menghargai keragaman dan perbedaan, toleran dan sikap terbuka. Perubahan paradigma semacam ini menuntut transformasi yang tidak terbatas pada dimensi kognitif belaka.

Dunia pendidikan tidak boleh terasing dari perbincangan realitas multikultural tersebut. Bila tidak disadari, jangan-jangan dunia pendidikan turut mempunyai andil dalam menciptakan ketegangan-ketegangan sosial. Oleh karena itu, di tengah gegap gempita lagu nyaring "tentang kurikulum berbasis kompetensi", harus menyelinap dalam rasionalitas kita bahwa pendidikan bukan hanya sekedar mengajarkan "ini" dan "itu", tetapi juga mendidik anak kita menjadi manusia berkebudayaan dan berperadaban. Dengan demikian, tidak saatnya lagi pendidikan mengabaikan realitas kebudayaan yang beragam tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Munawwar, Said Aqil Husin, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur'ani dalam Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2003, Cet. I

Amir, Muhammad, Konsep Masyarakat Islam, Jakarta, Fikanati, Aneska, 1992.

Analisis CSIS, tahun XXX/2001, No. 3

DEPAG RI dan IRD, Majalah: Inovasi Kurikulum: Kurikulum Berbasis Multikulturalism, Edisi IV, Tahun 2003

Dewey, John, Democracy and Education, New York: The Mac Millan Company, 1964

Hery Noer Aly dkk, Watak Pendidikan Islam, Jakarta, Friska Agan Insani, 2000

Freire, Paulo, Pendidikan pembebasan, Jakarta, LP3S, 2000

IKA UIN Syarif Hidayatullah, Majalah: Tsaqafah: Mengagas Pendidikan Multikultural , Vol. I No:2, 2003

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2001, cet I

Nita E. Woolfolk, educational Psychology: Seventh Edition, The Ohio State Universiy, 1998

Paul Gorski, Six Critical Paradigm Shiifd For Multicultural Education and The Question We Should Be Asking, dalam www. Edchange.org/multicultural

Republika, tanggal 03 September 2003.

Soedijarto, Pendidikan Nasional sebagai Wahana mencerdaskan kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa, Jakarta, CINAPS, 2000, cet. I

Stavenhagen, Rudolfo, "Education for a Multikultural world", in Jasque Delors (et all), Learning: the treasure within, Paris, UNESCO, 1996

Tilaar, H. A. R, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, Jakarta, Grasindo, 2002

konsep dasar pendidikan imam al-gazali

Konsep Dasar Pendidikan Imam Al-Ghazali

Published Sunday, November 6, 2011 By Istana Ilmu. Under Pendidikan Tags: Imam Ghazali

Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, juga diakui sebagai kekuatan yang dapat membantu masyarakat mencapai kemegahan dan kemajuan peradaban. Pendidikan merupakan salah satu wilayah yang menjadi perhatian para pemikir dan aktivis muslim di seluruh dunia Islam. Salah satu tokoh tersebut yang dikenal dalam sejarah peradaban Islam adalah Imam Al-Ghazali.

Imam Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, ia lahir di Ghazale suatu kota kecil yang terletak di Tus wilayah Khurasan pada tahun 450H/1059M dan meninggal pada tahun 505H/1111M. Ayahnya seorang pemintal wol, yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Al-Ghazali dua bersaudara, ketika ayahnya akan meninggal ia berpesan kepada sahabatnya agar kedua puteranya diasuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat tersebut, kedua anak tersebut dididik dan disekolahkan, dan setelah harta pusaka peninggalan ayahnya telah habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-mampunya.

Semasa hidupnya dari sejak kanak-kanak hingga dewasa, Al-Ghazali pernah belajar kepada beberapa guru, antara lain: Ahamd bin Muhammad Ar-Radzikani di Tus, Abi Nashr Al-Ismaili di Jurjani, dan al-Juwaini, Imam al-Haramain. Al-Ghazali memang orang cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan nalar yang jernih, hingga al-Juwaini memberi predikat sebagai orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan “laut dalam nan menenggelamkan” (bahrun mughriq).

Dalam bidang pendidikan, Imam Al-Ghazali memiliki pengaruh yang luar biasa hingga saat ini. Untuk mengetahui pemikiran al-Ghazali dalam bidang pendidikan, lebih dulu harus mengetahui dan memahami pemikiran beliau yang berkenaan dengan berbagai aspek, antara lain: peranan pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum, metode, pendidik, dan murid.

Dalam peranannya, pendidikan itu sangat menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan pemikirannya.

Pemikiran al-Ghazali dalam bidang pendidikan itu lebih cenderung bersifat empirisme, hal ini disebabkan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Menurutnya seorang anak itu tergantung kepada orangtua dan anak yang mendidiknya. Hal ini sesuai dengan pesan Rasul SAW yang menegaskan: “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orangtuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi menganut Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Muslim).

Tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Adz-Dzariyat ayat 56. Sejalan dengan tuntunan tersebut seorang pendidik itu harus mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:

  1. Mencintai murid sebagaiamana mencintai anaknya sendiri;
  2. Jangan mengharap materi sebagai tujuan utama karena mengajar adalah tugas yang diwariskan Rasulullah SAW;
  3. Harus mengingatkan murid bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sejalan dengan di atas murid diharapkan bersikap sebagai berikut:

  1. Harus memuliakan guru dan bersikap rendah hati.
  2. Harus saling menyayangi dan tolong menolong sesama teman.
  3. Mempelajari bermacam-macam ilmu dengan sungguh-sungguh sehingga mencapai tujuan ilmu dari tiap ilmu tersebut.

Kurikulum, secara tradisional berarti mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik untuk menanamkan sejumlah pengetahuan agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya, dan pandangan al-Ghazali dapat dipahami dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan, ia membagi ilmu pengetahuan ke dalam 3 kelompok. Dan dalam metode pengejaran ia memakai metode keteladanan.

Sabtu, 07 Januari 2012

belajar bahasa arab gampang


1.Jumlah Ismiyyah
Jumlah Ismiyyah terdiri dari mubtada’ sebagai pokok kalimat yang umumnya berupa kata benda ( isim ) dan khabar , bisa berupa isim, fi’il (jumlah fi’liyyah) , jumlah ismiyyah atau syibh al-jumlah , yakni jar majrur atau zarf sebagai penjelas mubtada’ .
Contoh Jumlah Ismiyyah
1-حسان مدرس ؛ هو عالم
2-حسان يدرس اللغة العربية
3- حسان في البيت ؛ هو أمام التلفزيون
Struktur Jumlah Ismiyyah tidak selalu diawali oleh mubtada’ , bahkan jika mubtada’ tidak berupa isim ma’rifat maka jumlah tersebut pada umumnya diawali oleh khabar , yaitu jika mubtada’ nya berupa isim nakirah dan khabarnya berupa jar majrur atau zarf. Misalnya :
1- في المسجد مسلمون ؛ على المنبر خطيب
Di dalam masjid ada orang-orang Islam : di atas mimbar ada seorang khatib
2- في البيت ضيوف ؛ في الغرفة أولاد
Di rumah ada tamu-tamu : Di dalam kamar ada anak-anak
3- أمام مكتب البريد شارع : وراء المسجد مزرعة
Di depan kantor pos ada jalan : Di belakang masjid ada sawah
4- فوق المكتب مصباح : تحت الشجرة غنم
Di atas meja ada sebuah lampu : Di bawah pohon ada seekor kambing
Jika mubtada ‘ yang nakirah di atas dirubah menjadi ma’rifah maka sttrukturnya bisa dikembalikan ke struktur semula yakni mubtada’ – khabar, tetapi boleh juga masih tetap khabar-mubtada’. Jadi boleh : المسلمون في المسجد atau في المسجد المسلمون .Perbedaan kalimat yang terakhir ini dengan kalimat في المسجدد مسلمون adalah perbedaan antara makna isim ma’rifah dan isim nakirah, yakni pengertian yang sudah tertentu dan yang belum tertentu. Adapun perbedaan antara kalimat المسلمون في المسجد dengan kalimat في المسجد المسلمون adalah pada gagasan yang ingin ditekankan. Yang pertama lebih menekankan sebuah gagasan yang berupa “orang-orang Islam”, yang kedua lebih menekankan gagasan yang berupa “di dalam masjid”.
2.Jumlah Fi’liyyah
Jumlah fi’liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja, baik berupa fi’il madli mudlari’ maupun fi’il amar, misalnya :
1- قرأ فريد الكتاب قبل الذهاب إلى الجامعة
Farid telah membaca buku sebelum berangkat ke kampus
2- يدرس حسان العربية مرتين في كل أسبوع
Hassan mengajar bahasa Arab dua kali setiap minggu
3- خاِلقِ الناس بخلق حسن
Bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik
Di samping dua jumlah di atas sebagai unsur pokok dalam sebuah kalimat, ada satu bentuk lagi yang disebut dengan syibh jumlah terdiri dari : a) jar majur yaitu setiap kata yang diawali dengan salah satu huruf jarmisalnya, misalnya : في المدرسة ؛ من المكتبة dan b) zarf, yaitu setiap kata yang diawali dengan zarf misalnya :أمام الجامعة ؛ وراء المسجد .
Di samping unsur pokok yang sering juga disebut ma’mul ‘umdah, ada juga unsur-unsur penunjang , sering disebut ma’mul fudllah, yang dapat menambah informasi yang terkandung dalam sebuah kalimat. Semakin banyak unsur penunjang maka semakin jelas pula informasi yang diberikan oleh kalimat tersebut. Secara garis besar, unsur-unsur penunjang tersebut terdiri dari:
1-Maf’ul bih, misalnya :
1-يجب على كل الطالب أن يكتب البحث لأجل إتمام دراسته في الجامعة
Setiap mahasiswa harus menulis skripsi untuk menyelesaikan studinya di Perguruan Tinggi.
2-سمعت الأذان في المسجد
Saya mendengar azan di masjid
3-حصل أحمد على شهادة الدكتوراه في الشهر الماضي
Ahmad memperoleh ijazah Doktor bulan lalu.
Kata-kata yang digaris bawah dalam contoh-contoh di atas adalah maf’ul bih. Pada prinsipnya kata kerja yang mempunyai maf’ul bih adalah kata kerja yang muta’addi atau transitif. Kata kerja ini ada dua macam: ada yang muta’addi langsung, yakni tanpa huruf jar , dan ada yang muta’addi tidak langsung, yakni melalui huruf jar. Kata kerja dalam contoh nomor terakhir adalah muta’addi tidak langsung dengan menggunakan huruf jar على . Kata kerja intransitif (lazim ) bisa dirubah menjadi transitif ( muta’addi ) dengan salah satu dari tiga cara, yaitu: dengan mengikutkan pada wazan أفعل ؛ فعّل atau dengan menambah huruf jar tertentu. Tetapi yang terakhir bersifat sama’i artinya kita hanya mengikuti yang sudah ada, dalam hal kombinasi kata kerja tertentu dan huruf jar tertentu.
2-Maf’ul mutlaq, misalnya :
1-أرجو مساعدتك رجاء
Saya sangat mengharap bantuanmu
2-تطورت بلادنا بعد الاستقلال تطورا كبيرا
Negara kita berkembang setelah merdeka secara pesat .
2- ضرب الجندي العدو خمس ضربات
Tentara itu memukul musuh lima pukulan
3- تطورت بلاد نا بعد الاستقلال سريعا (تطورا سريعا)
Negeri kita berkembang setelah merdeka secara cepat
4- نؤيد إقامة العدل في هذه البلاد كل التأييد
Kami mendukung penegakan keadilan di negeri ini secara penuh
5- هو يعرفني حق المعرفة
Dia tahu betul tentang saya
6- حمدا لله (نحمد الله حمدا)
Segala puji sungguh-sungguh bagi Allah
7- شكرا (نشكرك شكرا)
Sungguh-sungguh terima kasih
Maf’ul mutlaq digunakan untuk maksud :
• ta’kid (memperkuat pernyataan),
• bayan nau’ (penjelasan macam atau kualitas suatu perbuatan) dan
• bayan ‘adad al-fi’li (penjelasan frekuensi perbuatan).
• Terkadang yang disebutkan hanya sifat dari maf’ul mutlaqnya saja, sementara maf’ul mutlanya sendiri tidak disebutkan, seperti pada contoh nomor 4, dan terkadang juga maf’ul mutlaq disebutkan secara tersendiri, tanpa ada fi’il maupun fa’ilnya, seperti dua contoh yang terakhir, nomor 7 dan 8.
3-Maf’ul liajlih, yakni kata yang menjelaskan sebab dilakukannya sebuah perbuatan, biasanya kata tersebut dalam bentuk mashdar dan berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan hati (af’al al-qulub ), yakni kata kerja yang berkaitan dengan hati, seperti yang bermakna takut, ingin, mengharap dan sebagainya, contoh:
1-سيطرت الولايات المتحدة على العراق رغبة في الهيمنة على دول الشرق الاوسط
1-Amerika Serikat menguasai Irak karena ingin menghegemoni negara-negara Timur Tengah
2-اجتهد الطالب في دراسته طول الليل خوفا من الفشل في الامتحان
2-Mahaiswa itu giat belajar sepanjang malam karena takut gagal dalam ujian.
4-Maf’ul ma’ah, yakni kata yang terletak setelah wawu maiyyah yang maknanya “dengan” dan tidak bisa dimaknai sebagai wawu ‘ataf dalam kalimat ersebut, misalnya:
1-انطلقت القافلة وغروب الشمس
Kafilah itu berangkat bersamaan dengan terbenamnya matahari
2-لا تعمل أعمالا تتنافى وتعاليم الإسلام
Jangan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam
5-Maf’ul fih, yakni kata yang menjelaskan kapan atau di mana perbuatan itu dillakukan, misalnya:
قرأ المسلمون القرآن ليلا
Orang-orang muslim membaca al-Qur’an di waktu malam
يلعب الأولاد كرة القدم أمام المدرسة
Anak-anak bermain sepak bola di depan sekolah
6-Hal, yaitu kata atau kalimat yang menjelaskan keadaan pelaku atau objek ketika suatu perbuatan sebagaimana yang dinyatakan dalam kata kerja itu dilakukan, misalnya :.
يأتي الضيوف إلى منزلي راكبي السيارةِ (أو راكبين السيارةَ)
Para tamu datang ke rumahku naik mobil
كل جالسا ولا تأكل ماشيا
Makanlah sambil duduk jangan makan sambil berjalan
أكتب إليك وأنا أسأل الله أن يمن عليك بالصحة
Saya menulis surat kepadamu seraya mohon kepada Allah mudah-mudahan memberimu kesehatan
شاهدت الناس يهربون من الحريق
Saya menyaksikan orang-orang lari dari kebakaran
جلس الرجل الذي مات أبوه في الحرب باكيا حزينا تتألق العبرات في عينيه
Orang yang ayahnya mati dalam peperangan itu duduk seraya menangis sedih berlinangan air mata
7- Tamyiz , yakni keterangan erhadap sesuatu masalah yang samar berkaitan dengan benda. Bedanya dengan hal adalah bahwa yang terakhir ini berkaitan dengan keadaan, sementara tamyiz berkaitan dengan benda, baik benda kongkrit maupun abstrak, seperti:
اشتريت مترا قماشا
Saya membeli satu meter kain
السنة إثنا عشر شهرا
Satu tahun ada dua belas bulan
الشهر ثلاثون يوما
Satu bulan ada tigapuluh hari
اليوم أربع وعشرون ساعة
Satu hari ada duapuluh emp at jam
8-tawabi’ yang terdiri dari : na’at, ‘ataf’ taukid dan badal
النعت :
طلب العلم أمر مهم يهمله كثير من الناس
Menuntut ilmu adalah hal penting yang diabaikan banyak orang.
Dalam contoh di atas, ada dua bentuk naat : yang pertama naat mufrad yaitu kata muhimm, dan yang kedua adalah naat jumlah yaitu kata yuhmiluh katsir min an-nas. Kalimat ( jumlah ) ini terletak setelah dan sekaligus menjelaskan isim nakirah yaitu muhimm. Sementara kata muhimm bukan berupa kalimat ( jumlah ) maka ketika kata tersebut menjadi sifat bagi kata sebelumnya yakni amr , kata tersebut disebut na’at mufrad (pengertian mufrad di sini adalah bukan kalimat atau jumlah )
اشترى عمي البيت القديم الذي كنت أسكن فيه في الثمانينات
Pamanku membeli rumah lama yang dulu pada tahun delapan puluhan saya tinggal di situ.
لا بد لك من اختيار الأصدقاء الطيبة أخلاقهم
Kamu mesti memilih teman-teman yang baik akhlaknya.
Contoh yang terakhir di aas disebut na’at sababi yakni kata at-tayyibah. Cirinya adalah bahwa na’at tersebut mempunyai fa’il dalam contoh di atas adalah kata akhlaquhum, yang mengandung dlamir (kata ganti) yang kembali kepada man’ut dalam contoh di atas kata al-asdiqa.. Na’at sababi tersebut akan selalu dalam bentuk mufrad sebagaimana hubungan antara fi’il dengan fa’ilnya. Tetapi harus mengikuti kata yang sesudahnya , yakni failnya dalam hal muannats dan muzakkarnya, meskipun harus berbeda dengan man’utnya, mislanya:
حضر الرجل الكريمة أمه
حضرت المرأة الكريم أبوها
حضر الرجال الكريمة أمهم
حضرت النساء الكريم أبوهن
حضر الرجال الكريم أبوهم
حضرت النساء الكريمة أمهن
Dengan kata lain, na’at sababi merupakan kata sifat yang mempunyai fa’il.dan kata tersebut menjadi na’at atau sifat bagi kata sebelumnya. Perlu diketahui bahwa kata sifat seperti isim fa’il , isim maf’ul atau sifah musyabbahah, bisa berfungsi seperti fungsi kata kerjanya, yaitu mempunyai fa’il bagi isim fa’il dan sifah musyabbahah dan mempunyai na’ib fa’il bagi isim maf’ul. Maka jika kata tersebut mempunyai fa’il yang ada kata ganti ( dlamir )nya, kemudian kata tersebut menjadi na’at atau sifat bagi kata sebelumnya, dalam keadaan seperti itulah disebut na’at sababi.
العطف :
حضر الأساتيذ والطلاب الندوة التي عقدتها هيئة الطلاب التنفيذية
Guru Besar dan para mahasiswa menghadiri seminar yang diadakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa
التوكيد :
نجح أولئك الطلاب جميعهم في الامتحان
Mahasiswa-mahasiswa itu lulus ujian semuanya.
Kata jami’ di atas merupakan taukid yakni kata yang memperkuat pernyataan, sebab jika tidak diberi kata semacam itu, kemungkinan dipahami bahwa yang lulus sebagian amat besar boleh jadi ada satu atau dua mahasiswa yang tidak lulus.
مدير الجامعة نفسه هو الذي أعطى جائزة للطلاب المتفوقين
Rektornya sendiri yang memberi hadiah kepada para mahasiswa yang berprestasi
Jika tidak diberi taukid kemungkinan bisa dipahami bahwa yang memberi hadiah adalah Pembantu Rektor, yang mewakilinya.
البدل :
الأستاذ أحمد يلقي محاضرة عن تطور المجتمع الإسلامي في كندا
Profesor Ahmad menyampaian ceramah tentang perkembangan masyarakat Islam di Canada.
Yang di maksud dengan ustaz di sini adalah Ahmad, dan Ahamad yang dimaksud di sini adalah Ahmad yang profesor (ustaz ). Kedua kata tersebut sama maksudnya, karena itu maka badal tersebut disebut badal kull min al-kull.
يعجبني حسان صوته
Saya kagum dengan suara Hassan
Kata shaut menggantikan Hassan, jadi yang dikagumi bukan Hassannya tapi suaranya. Karena suara seseorang merupakan sesuatu yang tercakup dalam dirinya maka badal ini disebut badal isytimal
قطعنا المسافة نصفها
Kita menempuh separuh jarak perjalanan
Kata nishf menggantikan masafah, yang ditempuh bukan seluruh jarak perjalanan tetapi separuhnya. Nishf atau setengan adalah merupakan bagian dari suatu keseluruhan, maka badal ini disebut badal ba’dl min al-kull
9. Idlafah
Idlafah ada dua macam yaitu:
a) idlafah ma’nawiyyah dan
b) b)idlafah lafziyyah.
Adapun Idlafah ma’nawiyyah adalah merupakan penyatuan dua kata atau lebih yang menimbulkan makna salah satu dari tiga berikut : pertama, makna من (dari), misalnya : خاتم ذهب ( cincin dari emas); kedua, makna في (dalam) misalnya صلاة العصر (salat dalam waktu ashar) dan ketiga, makna ل (milik atau untuk), misalnya منزل أحمد (rumah milik Ahmad). Idlafah terdiri dari mudlaf dan mudlaf ilaih. Struktur ini bisa terdiri dari dua kata sebagaimana contoh di atas, bisa juga lebih dari dua, misalnya : فناء منزل أحمد (halaman rumah Ahmad) atau seperti فناء منزل رئيس المدرسة (halaman rumah Kepala Sekolah).
Idlafah lafziyyah adalah idlafah yang tidak menimbulkan salah satu dari tiga makna huruf jar di atas, yakni من ؛ ل ؛ في . Disebut lafziyyah karena hanya lafalnya saja yang tampak dalam struktur idlafah, sementara maknanya bukan idlafah, misalnya: كثير المال ( banyak uangnya); atau قليل الكلام (sedikit bicaranya). Oleh karena itu, berbeda dengan idlafah ma’nawiyyah, yang mudlaf nya tidak boleh diberi tambahan ال , dalam idlafah lafziyyah , mudlaf nya bisa diberi ال misalnya : kata كثير الكلام bisa menjadi الكثير المال (orang yang banyak harta) dan begitu pula kata قليل الكلام bisa menjadi القليل الكلام (orang yang sedikit bicara)., hampir sama dengan ungkapan الذي كثر ماله dan الذي قلّ كلامه .
Apa yang dijelaskan di atas adalah pola-pola struktur kalimat yang terdiri dari unsur pokok ( ma’mul ‘umdah )yakni jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah , sementara yang lainnya adalah unsur pelengkap, (ma’mul fudlah). Semakin banyak unsur pelengkap yang ada pada suatu kalimat, semakin lengkap pula informasi yang terkandung didalamnya. Pola-pola struktur tersebut membentuk berbagai macam kalimat. Dapat dikatakan bahwa sebenarnya sebuah kalimat terjadi dari kombinasi unsur-unsur di atas. Kombinasi isi sifatnya arbriter, dan bisa bersifat kompleks, tergantung pada kebutuhan pengungkapan. Semakin lengkap ragam pola struktur yang digunakan dalam sebuah kalimat semakin lengkap informasi yang terkandung didalamnya dan semakin kompleks kalimat tersebut..
Pemahaman terhadap sebuah kalimat menuntut pengenalan pola strukturnya, sebab model struktur kalimat akan sangat berkaitan dengan maknanya. Karena itu maka kemampuan menganalisis struktur kalimat amat diperlukan dalam pemahaman sebuah teks bahasa Arab. Kekeliruan dalam menganalisisnya dapat mengakibatkan kesalahapahaman. Kalimat tertentu terkadang mempunyai lebih dari satu kemungknan struktur, sebab struktur kalimat tertentu dapat berbeda maknanya dari yang lain. Oleh karena struktur kalimat juga berkaitan dengan makna, maka pemahaman terhadap konteks juga diperlukan dalam menentukan struktur kalimat, misalnya:
.رأيت أمس صديق الطبيب الجديد
Kemarin saya melihat teman dokter yang baru itu.
Jika kata yang digaris bawah di atas dibaca aljadida , maka stuktur kata tersebut merupakan sifat atau naat dari kata shadiq, teapi kalau dibaca al-jadidi kata tersbut menjadi sifat atau naat dari kata at-tabib. Perbedaan struktur ini pada akhirnya juga berpengaruh pada makna kalimat. Arti kalimat di atas: Saya kemarin melihat teman dokter yang baru. Jika dibaca al-jadida maka yang baru adalah teman dokter tersebut, tetapi jika dibaca al-jadidi , yang baru adalah dokternya. Maka , penentuan struktur kalimat tersebut tergantung pada maknanya, dan ini hanya dapat dipastikan melalui konteksnya.
Berikut ini adalah contoh analisis struktur kalimat
إن التقدم الكبير الذي حدث في مختلف ميادين العلوم في الغرب رافقه التوسع في مفردات اللغات الغربية .وهذا التوسع لا يرجع كله إلى أصول اللغات الغربية، فإن كثيرا منه قام على مفردات اعتباطية كالنسبة إلى الأشخاص أو إلى أشياء عادية ولكنه اكتسب، بشيوع استعماله، معاني خاصة ساعدت على إنماء مفردات المعاجم الغربية وسبب صعوبات في إيجاد البدائل المقابلة لها بالعربية.
Analisis:
1- إن التقدم الكبير الذي حدث في مختلف ميادين العلوم في الغرب رافقه التوسع في مفردات اللغات الغربية
Artinya: Kemajuan besar yang telah terjadi pada berbagai bidang keilmuan di Barat diikuti oleh perluasan kosa kata bahasa-bahasa Barat.
Kalimat di atas disebut jumlah ismiyyah, yakni kalimat yang diawali dengan isim (kata benda), yang terdiri dari unsur pokok yakni mubtada’ (subyek) dan khabar (predikat). Tetapi masing-masing unsur tersebut diikuti oleh penjelasan tersendiri.
Mubtada’: إن التقدم الكبير الذي حدث في مختلف ميادين العلوم في الغرب
Khabar : رافقه التوسع في مفردات اللغات الغربية
Kalimat di atas adalah jumlah ismiyyah yang sudah ditambah dengan إن , terdiri dari : M (15+16) + Kh(1+ 6 +2) . Penjelasan:
التقدم الكبير الذي = إسم إن (منعوت + نعت ) ؛ الذي = (إسم موصول)
Kemajuan besar yang
حدث في مختلف ميادين العلوم في الغرب = صلة الموصول
terjadi dalam berbagai bidang ilmu di Barat
رافقه التوسع في مفردات اللغات الغربية = خبر إن
فعل + مفعول به + فاعل +جار+ مجرور ( إضافة + نعت )
Artinya:
Diikuti oleh perluasan dalam kosakata-kosakata bahasa Barat.
2-وهذا التوسع لا يرجع كله إلى أصول اللغات الغربية
Artinya: Dan perluasan ini tidak semuanya bersumber pada dasar-dasar bahasa Barat.
Kalimat di atas adalah jumlah ismiyyah yang terdiri M(19 + 20) – Kh (1+2) – jar + majrur (23 + 24)-(15 + 16)
و = حرف عطف هذا التوسع = مبتدأ (مبدل منه + بدل)
لا يرجع كله = خبر (فعل + فاعل)
إلى أصول اللغات الغربية = جار + مجرور ( إضافة + نعت)
أصول اللغات = مضاف + مضاف إليه (منعوت)
اللغات الغربية = منعوت + نعت
Penjelasan : Satu kata bisa mempunyai dua fungsi, misalnya sebagai mudlaf ilaih, sekaligus sebagai man’ut.
فإن كثيرا منه قام على مفردات اعتباطية كالنسبة إلى الأشخاص أو إلى أشياء عادية
ف = حرف عطف
كثيرا منه (من التوسع) = إسم إن
قام على مفردات اعتباطية = جملة فعلية : قام (هو) =فعل + فاعل = خبر إن
على مفردات اعتباطية = جار + مجرور (منعوت + نعت)
Artinya:
Sebab banyak di antara perluasan itu berdasarkan kosakata-kosakata yang sifatnya arbiter seperti penisbahan kepada person-person tertentu atau sesuatu yang sifatnya biasa.
Penjelasan : Kata ف tidak selalu berrti “maka” kadang-kadang berarti “sebab”, seperti pada contoh di atas. Dalam hal ini konteks kalimat perlu dipertimbangkan. Begitu pula kata قام yang arti asalnya “berdiri”, jika dihubungkan dengan harf jar على artinya “berdasarkan”, jika dihubungkan dengan harf jar ب artinya “melakukan”
ولكنه اكتسب، بشيوع استعماله، معاني خاصة ساعدت على إنماء مفردات المعاجم الغربية
و= حرف العطف ؛ لكنه ( التوسع المذكور ) = لكن + ضمير (إسم لكن)
اكتسب = فعل +فاعل (اكتسب + هو) = حبر من “لكن”
بشيوع استعماله = شبه الجملة (جار ومجرور) = معترضة بين الفعل ومفعوله
معاني خاصة = مفعول به (منعوت + نعت )
ساعدت = الجملة الفعلية (ساعد + هي ) = نعت ل “معاني خاصة”
Keterangan : Jumlah, baik yang ismiyyah atau fi’liyyah jika menjelaskan isim nakirah, seperti pada contoh di atas , yakni معاني خاصة ساعدت maka kedudukannya akan menjadi na’at atau sifah , implikasinya pada makna adalah tambahan makna “yang”. Dalam contoh di atas menjadi : makna-makna khusus yang medukung …
على إنماء مفردات المعاجم الغربية = جار ومجرور (إضافة)
إنماء مفردات المعاجم الغربية = مضاف + مضاف إليه
مفردات المعاجم الغربية =(مضاف إليه) مضاف + مضاف إليه (مننعوت) + نعت
Keterangan : Kata مفردات di atas, di samping menjadi mudlaf ilaih juga merupakan mudlaf. . Implikasinya, huruf akhirnya tidak boleh dibaca tanwin dan awal katanya tidak boleh mnggunakan ال , kecuali pada idlafah lafziyyah .
و = حرف عطف ؛ سبب = الجملة من الفعل ولفاعل (سبب + هو) خبر من لكنّ وهو كذلك معطوف على “اكتسب”
صعوبات = مفعول به ل ” سبب”
في إيجاد البدائل = الجار + المجرور ، متعلق بصعوبات
إيجاد البدائل = مضاف + مضاف إليه (منعوت)
البدائل المقابلة = منعوت (مضاف إليه) + نعت
لها (لمفردات المعاجم الغربية) = جار + مجرور (ضمير)
بالعربية = جار +مجرور متعلق ب “المقابلة”.
Arti kalimat di atas menjadi :
Tetapi perluasan kosa kata yang berdasar cara arbiter seperti penisbahan pada nama person-person atau sesuatu hal yang biasa itu, karena banyak digunakan, mendapat makna-makna baru yang mendukung semakin bertumbuhnya kosakata-kosakata kamus bahasa Barat.
Analisis Struktur Kalimat :
Teks dari al-Gazali dari bukunya Maqasid al-Falasifah
أما التمهيد فهو أن العلوم وإن انشعبت أقسامها فهي محصورة في قسمين : التصور والتصديق . أما التصور فهو إدراك الذوات التي يدل عليها بالعبارات المفردة على سبيل التفهيم والتحقيق كإدراك المعنى المراد بلفظ الجسم والشجر والملك والجن والروح وأمثاله. وأما التصديق فكعلمك بأن العالم حادث والطاعة يثاب عليها والمعصية يعاقب عليها ، وكل تصديق فمن ضرورته أن يتقدمه تصوران. فإن من لم يفهم العالم وحده ، والحادث وحده لم يتصور منه التصديق بأنه حادث بل لفظ الحادث إذا لم يتصور معناه صار كلفظ المادث مثلا. ولو قيل العالم مادث لم يمكنك لا تصديق ولا تكذيب لأن ما لا يفهم كيف ينكر أو كيف يصدق به وكذلك لفظ العالم إذا أبدل بمهمل. ثم كل واحد من التصور والتصديق ينقسم إلى ما يدرك أو لا من غير طلب وتأمل، وإلى ما لا يحصل إلا بالطلب. أما الذي يتصور من غير طلب فكالموجود والشيء وأمثالهما. وأما الذي يتحصل بالطلب فكمعرفة حقيقة الروح والملك والجن وتصور الأمور الخفية وذواتها.
وأما التصديق المعلوم أولا : فكالحكم بأن الإثنين أكثر من واحد وأن الأشياء المساوية لشيء واحد متساوية ويضاف إليه الحسيات والمقبولات وجملة من العلوم التي تشتمل النفوس عليها من غير سبق طلب وتأمل فيها وينحصر في ثلاثة عشر نوعا .
Analisis Struktur Kalimat (bagian-bagian tertentu):
a.Mubtada’ dan khabar; Tarkib Idlafi dan Tarkib Washfi
أما التمهيد فهو أن العلوم وإن انشعبت أقسامها فهي محصورة في قسمين : التصور والتصديق . أما التصور فهو إدراك الذوات التي يدل عليها بالعبارات المفردة على سبيل التفهيم والتحقيق كإدراك المعنى المراد بلفظ الجسم والشجر والملك والجن والروح وأمثاله
Kata yang dimasuki atau terletak sesudah أما selalu dalam posisi mubtada’. Dan khabarnya diawali dengan huruf ف . Kalimat yang digaris bawah di atas terdiri dari struktur mubtada’ dan khabar (berupa khabar jumlah), secara berturut-turut sebagai berikut :
التمهيد = مبتدأ / هو أن العلوم وإن انشعبت أقسامها فهي محصورة في قسمين =خبر
هو = مبتدأ / أن العلوم وإن انشعبت أقسامها فهي محصورة في قسمين = خبر
العلوم = اسم أن / هي محصورة في قسمين = خبر أن
وإن انشعبت أقسامها Adalah jumlah mu’taridlah , yaitu suatu kalimat atau jumlah, bisa berupa ismiyyah atau fi’liyyah yang terletak di tengah suatu jumlah atau kalimat. Dikatakan mu’taridlah sebab jumlah tersebut menghalangi hubungan langsung unsur-unsur pokok dalam suatu kalimat tertentu. Dengan kata lain, jumlah mu’taridlah adalah suatu jumlah atau kalimat yang disebutkan untuk memberi penjelasan di tengah kalimat. Kata التصور والتصديق adalah badal dari قسمين , yakni bahwa dua bagian itu adalah التصور والتصديق .
Sedangkan struktur إدراك المعنى المراد adalah idlafah dan sifah maushuf. Kata إدراك المعنى merupakan idlafah mashdar kepada maf’ul bihnya , artinya ‘menangkap akan makna”. Sedangkan kata المراد adalah isim maf’ul yang mengandung arti “di” , sifat dari kata المعنى . Jadi arti ungkapan di atas “menangkap makna yang dimaksud”. Jadi arti kalimat di atas adalah:
Adapun dasar pemikirannya adalah bahwa berbagai macam ilmu, meskipun bagian-bagiannya bercabang-cabang, terbatas pada dua hal, yaitu tasawwur dan tashdiq. Tashawwur adalah menangkap makna benda-benda yang ditunjukkan oleh ungkapan-ungkapan tunggal dalam rangka pemahaman dan pendalaman, seperti menangkap makna yang dimaksud oleh lafal jasmani, pohon, Malaikat, Jin, ruh dan yang seperti itu.
وأما التصديق فكعلمك بأن العالم حادث والطاعة يثاب عليها والمعصية يعاقب عليها ، وكل تصديق فمن ضرورته أن يتقدمه تصوران. فإن من لم يفهم العالم وحده ، والحادث وحده لم يتصور منه التصديق بأنه حادث بل لفظ الحادث إذا لم يتصور معناه صار كلفظ المادث مثلا. ولو قيل العالم مادث لم يمكنك لا تصديق ولا تكذيب لأن ما لا يفهم كيف ينكر أو كيف يصدق به وكذلك لفظ العالم إذا أبدل بمهمل.
Kata علمك adalah termasuk إضافة المصدر إلى فاعله artinya “Pengetahuanmu”. Di sini pelakunya adalah kata ganti “mu” atau dlamir mukhatab ك , berbeda dengan kata إدراك المعنى , kata المعنى yang sebagai mudlaf ilaih dari sisi lafalnya adalah maf’ul bih dari sisi maknanya. Artinya “mengetahui makna”. Kata “makna” di sini sebagai objek atau maf’ul bih. Karena itu maka yang terakhir ini disebut إضافة المصدر إلى مفعوله .
Kalimat والطاعة يثاب عليها diatafkan (معطوف) kepada kalimat sebelumnya , yakni أن العالم حادث . Implikasinya pada makna adalah bahwa kalimat tersebut berkait dengan kalimat yang sebelumnya, jadi penerjemahannya “seperti pengetahuanmua bahwa alam ini baru dan bahwa taat itu diberi pahala (pelakunya).”
Kalimat وكل تصديق فمن ضرورته أن يتقدمه تصوران terdiri dari Mbtada + khabar jumlah yang analisisnya sebagai berikut:
وكل تصديق = مبتدأ / فمن ضرورته أن يتقدمه تصوران = خبر
فمن ضرورته = خبر مقدم / أن يتقدمه تصوران = مبتدأ مؤخر
Kata أن يتقدمه تصوران jika dirubah bentuk mashdar menjadi تقدم التصورين التصديق artinya “mendahuluinya dua tashawwur akan tashdiq” atau dengan kata yang lebih mudah “dua tashawwur mendahului tashdiq.”.
Kata يصدق به mempunyai berbagai macam kemungkinan bentuk, tetapi jika dilihat dari konteksnya maka bentuk kata tersebut adalah pasif, dibaca “yushaddaqu bihi” arti harfiahnya “dibenarkan dengannya” yang dimaksud “dibenarkan” sebab harf jar ب di sini merupakan satu rangkaian kata kerjanya, tidak berdiri sendiri, sehingga tidak perlu diartikan secara tersendiri.
Arti keseluruhannya menjadi:
Tashdiq seperti pengetahuanmu bahwa alam itu baru, dan bahwa pelaku taat itu diberi pahala , pelaku maksiat disiksa . Dan setiap tashdiq harus didahului oleh dua tashawwur. Maka orang yang tidak memahami pengertian alam itu sendiri atau pengertian baru itu sendiri, tidak terbayangkan bahwa ia mencapai tahap tashdiq bahwa alam itu baru. Lafal الحادث jika maknanya tidak dapat dipahami sama saja dengan lafal المادث ,misalnya, (sama-sama tidak dipahami). Jika dikatakan , العالم مادث maka anda tidak dapat membenarkan atau menyalahkannya, karena sesuatu yang tidak dipahami bagaimana bisa diingkari atau dibenarkan? Begitu pula dengan kata العالم jika diganti dengan kata muhmal (yang tidak bermakna).
b.Bentuk Majhul (pasif)
ثم كل واحد من التصور والتصديق ينقسم إلى ما يدرك أولا من غير طلب وتأمل، وإلى ما لا يحصل إلا بالطلب.
Perbedaan bentuk pasif antara fi’il madli dan mudlari terletak pada huruf sebelum akhir: untuk fi’il madli dikasrah , untuk fi’il mudlari difathah. Huruf awalnya , keduanya didlammah, misalnya kata ترك dan يترك bentuk aktifnya dibaca taraka dan yatruku, sedangkan bentuk pasifnya dibaca turika dan yutraku. Bentuk aktif ataupun pasifnya sesuatu kata kerja dapat diketahui melalui konteks kalimatnya.
Kata يدرك dari konteks kalimatnya adalah bentuk pasif dibaca yudraku , kata أولا adalah zarf zaman , karena itu maka dibaca nashab. Kalimat ما لا يحصل إلا بالطلب adalah istitsna menggunakan nafi dan إلا , yang mengandung arti hashr , padanan dalam bahasa Indonesia adalah makna “hanya”. Jadi arti kalimat di atas adalah : Kemudian masing-masing dari tashawwur dan tashdiq terbagi kepada : sesuatu yang dari pertama dapat ditangkap maknaya, tanpa penncarian atau perenungan, dan sesuatu yang hanya didapatkan dengan pencarian.
أما الذي يتصور من غير طلب فكالموجود والشيء وأمثالهما. وأما الذي يتحصل بالطلب فكمعرفة حقيقة الروح والملك والجن وتصور الأمور الخفية وذواتها.
Kata يتحصل juga bentuk pasif, dibaca yutahassalu , berbeda dengan يحصل yang pertama mengikuti wazan يتفعّل mengandung arti takalluf (paksaan, dalam hal ini :usaha keras) ; yang kedua mengikuti wazan يفعل , tidak mengandung arti takalluf. Arti kalimat di atas menjadi: Adapun yang dapat dipersepsikan tanpa pencarian adalah seperti “yang ada” atau sesuatu dan yang sepertinya. Sedangkan yang diupayakan untuk didapatkan melalui pencarian adalah seperti mengetahui hakikat roh, malaikat, jin, serta mempersepsikan sesuatu yang samar dan yang berkaitan dengannya.
وأما التصديق المعلوم أولا : فكالحكم بأن الإثنين أكثر من واحد وأن الأشياء المساوية لشيء واحد متساوية ويضاف إليه الحسيات والمقبولات وجملة من العلوم التي تشتمل النفوس عليها من غير سبق طلب وتأمل فيها وينحصر في ثلاثة عشر نوعا.
Struktur التصديق المعلوم dan الأشياء المساوية adalah na’at dan man’ut (tarkib wasfi). Beda antara kedua struktur di atas, yang pertama na’atnya berupa isim maf’ul, yang kedua berupa isim fa’il. Yang pertama artinya “yang diketahui”, yang kedua artinya “yang sama”. Isim maf’ul mempunyai makna yang sama dengan kata kerja bentuk majhul, bedanya bahwa isim maf’ul tidak disertai oleh waktu, sementara fi’il mabni majhul disertai oleh waktu telah (jika fi’il madli) atau sedang atau akan datang (jika fi’il mudlari’ ). Misalnya kata معلوم sama dengan عُلِمَ (‘ulima ) atau يُعْلَمُ ( yu’lamu ), hanya beda masalah waktu sebagaimana di atas. Jadi kata التصديق المعلوم sama dengan التصديق الذي عُلِمَ atau التصديق الذي يُعْلَمُ .
Kalimat يضاف إليه الحسيات adalah bentuk fi’il bentuk pasif + naib fa’il, artinya secra harfiah “ditambahkan kepadanya hal-hal yang dapat diindera”, maksudnya “ ditambah lagi hal-hal yang dapat diindera”.
Ungkapan من غير سبق طلب terdiri dari jar majrur dan idlafah. Kata من adalah jar , dan selebihnya majrur, yakni غير سبق طلب . ungkapan ini adalah idlafah, terdiri dari kata غير sebagai mudlaf dan سبق طلب sebagai mudlaf ilaih, kedua kata yang terakhir ini juga idlafah yang terdiri dari kata سبق (mudlaf ) dan kata طلب (mudlaf ilaih )..
Dalam konteks lain, kemungkinan kata سبق dibaca sabaqa, tetapi dalam konteks ini dibaca sabqi, bentuk mashdar dari sabaqa. Dibaca sebagai mashdar karena kata tersebut menjadi mudlaf ilaih. Yang harus berupa isim
Jadi sesuatu kata yang sama persis tulisannya terkadang bisa berbeda bacaannya karena bentuk katanya juga berbeda. Perbedaan bentuk kata dapat diketahui melalui konteks kalimat, misalnya kata yang terletak sesudah harf jar adalah isim, begitu pula kata yang strukturnya menjadi mudlaf ilaih. Hal ini perlu dicermati sebab tidak sedikit kata dalam bahasa Arab yang antara bentuk madli dan mashdarnya sama tulisannya, hanya beda harakatnya saja, seperti kata ضرب، ترك، سبق، طلب dan sebagainya.
Kata سبق طلب adalah idlafah yang terdiri dari kata سبق sebagai mudlaf dan طلب sebagai mudlaf ilaih. Arti ungkapan من غير سبق طلب secara harfiah adalah “ dari tanpa pendahuluan pencarian “, tetapi yang dimaksud adalah “tanpa pencarian terlebih dahulu”. Kata نوعا dalam ungkapan ثلاثة عشر نوعا adalah tamyiz. Dan harus dibaca nashab., dalam hal ini huruf yang terakhir dibaca fathah. Jadi arti kalimat di atas secara keseluruhan adalah
Adapun tashdiq yang diketahui sejak pertama adalah seperti menentukan bahwa dua itu lebih banyak daripada satu, dan bahwa hal-hal yang menyamai sesuatu yang satu adalah sama (antara yang satu dengan yang lain), ditambah lagi hal-hal yang dapat diindera, hal-hal yang dapat diterima (secara logika) dan sejumlah pengetahuan yang tercakup dalam diri manusia, tanpa pencarian dan perenungan terlebih dahulu, yang tercakup dalam 13 macam..
Analisis Struktur Kalimat :
عبد الله ابن المقفع . كليلة ودمنة . بيروت: دار الفكر العربي لطبعة الأولى ، 1990 ، ص48-49
يجب على العاقل أن يصدق بالقضاء والقدر، ويعلم أن ما كتب سوف يكون، وأن من أتى صاحبه بما يكره لنفسه فقد ظلم. ويأخذ بالحزم ويحب للناس ما يحب لنفسه، ولا يلتمس صلاح نفسه بفساد غيره، فإنه من فعل ذلك كان خليقا أن يصيبه ما أصاب التاجر من رفيقه ، فإنه يقال:
إنه كان رجل تاجر، وكان له شريك، فاستأجرا حانوتا ، وجعلا متاعهما فيه. وكان أحدهما قريب المنزل من الحانوت، فأضمر في نفسه أن يسرق ِعدلا من أعدال (أكياس كبيرة) رفيقه ومكر الحيلة في ذلك، وقال : إن أتيت ليلا لم آمن أن أحمل عدلا من أعدالي أو رزمة من رزمي ولا أعرفها، فيذهب عنائي وتعبي باطلا. فأخذ رداءه وألقاه على العدل الذي أضمر أخذه، ثم انصرف إلى منزله، وجاء رفيقه بعد ذلك ليصلح أعداله، فوجد رداء شريكه على بعض أعداله، فقال: والله هذا رداء صاحبي، ولا أحسبه إلا قد نسيه. وما الرأي أن أدعه هاهنا، ولكن أجعله على رزمه، فلعله يسبقني إلى الحانوت فيجده حيث يحب. ثم أخذ الرداء فألقاه على عدل من أعدال رفيقه، وأقفل الحانوت ومضى إلى منزله.
فلما جاء الليل أتى رفيقه ومعه رجل وقد واطأه (وافقه) على ما عزم عليه، وضمن له جُعْلا (أجرا) على حمله فصار إلى الحانوت، فالتمس الرداء في الظلمة فوجده على العِدل، فاحتمل ذلك العدلَ، وأخرجه هو والرجل وجعلا يتراوحان (يتناوبان) على حَمْله، حتى أتى منزله، ورمى نفسه تعبا.
فلما أصبح افتقده فإذا هو بعض أعداله، فندم أشد الندامة ثم انطلق نحو الحانوت ، فوجد شريكه قد سبقه إليه ففتح الحانوت، ووجد العدل مفقودا: فاغتمّ لذلك غما شديدا، وقال: واسوأتاه من رفيق صالح قد ائتمنني على ماله وخلفني فيه ! ما ذا يكون حالي عنده؟ ولست أشك في تهمته إياي ، ولكن قد وطّنت (هيّأت ظ صمّمت) نفسي على غرامته. ثم أتى صاحبه فوجده مغتم، فسأله عن حاله، فقال: إني قد افتقدت الأعدال، وفقدت عدلا من أعدالك، ولا أعلم سببه، وإني لا أشك في تهمتك إياي، وإني وطّنت نفسي على غرامته ، فقال له : يا أخي لا تغتم: فإن الخيانة شر ما عمله الإنسان، والمكر والخديعة لا يؤديان إلى خير، وصاحبهما مغرور أبدا ، وما عاد وبال البغي (الظلم) إلا على صاحبه، وأنا أحد من مكر وخدع واحتال. فقال له صاحبه : وكيف كان ذلك؟ فأخبره بخبره، وقص عليه قصته فقال له رفيقه : ما مثلك إلا مثل اللص والتاجر. فقال له: وكيف كان ذلك؟
c.Fi’il, Fa’il, l dan Maf’ul bih, dan ‘Ataf
يجب على العاقل أن يصدق بالقضاء والقدر، ويعلم أن ما كتب سوف يكون، وأن من أتى صاحبه بما يكره لنفسه فقد ظلم. ويأخذ بالحزم ويحب للناس ما يحب لنفسه، ولا يلتمس صلاح نفسه بفساد غيره، فإنه من فعل ذلك كان خليقا أن يصيبه ما أصاب التاجر من رفيقه ، فإنه يقال:
Setiap kata kerja (fi’il ) pasti mempunyai fa’il (pelaku). Hanya saja dalam bahasa Arab, fa’il masih terbagi lagi :1)dlamir (kata ganti) dan 2) zahir (bukan kata ganti). Kata ganti (dlamir ) juga terbagi lagi menjadi : a) nustatir dan b) bariz. Sedangkan yang zahir juga terbagi lagi menjadi : a)sharih dan b)mu’awwal. Contoh Fa’il dlamir mustatir seperti pada kata yang digaris bawah berikut ini:
من أتى صاحبه بما يكره لنفسه فقد ظلم
Dalam kata kerja yang digaris bawah di atas terkandung fa’il isim dlamir mustatir (kata ganti yang tidak tampak) yakni هو . Sedangkan fa’il sharih seperti kata طالب pada kalimat جاء الطالب sedangkan fail yang mu’awwal kata yang digaris bawah berikut ini:
يجب على العاقل أن يصدق بالقضاء والقدر ويعلم أن ما كتب سوف يكون
Kata yang digaris bawah di atas adalah fa’il muawwal, termasuk kata يعلم , sebab asalnya أن يعلم ataf kepada kata أن يصدق , jika dirubah bentuk mashdar menjadi:
يجب على العاقل تصديقه بالقضاء والقدر وعلمه أن ما كتب سوف يكون
Kata-kata yang digaris bawah berikut ini adalah maf’ul bih :
وأن من أتى صاحبه بما يكره لنفسه فقد ظلم
Dan bahwa orang yang memperlakukan temannya dengan sesuatu perlakuan yang dirinya tidak suka, sungguh-sungguh telah berbuat zalim.
ويحب للناس ما يحب لنفسه
Hendaknya ia menyukai terhadap orang lain apa yang ia sukai terhadap dirinya
ولا يلتمس صلاح نفسه بفساد غيره
Hendaknya tidak mencari kebaikan dirinya dengan kerusakan orang lain,
من فعل ذلك كان خليقا أن يصيبه ما أصاب التاجر من رفيقه
Orang yang melakukan hal itu bisa mengalami apa yang dialami oleh seorang pedagang karena temannya.
ما أصاب التاجر
Apa yang menimpa atau yang dialami pedagang
Konteks kalimat dan makna kalimat sangat membantu dalam penentuan fa’il (pelaku) atau maf’ul bih (penderita). Dengan kata lain, penentuan fail atau maf’ul sangat berkaitan dengan konteks kalimat dan maknanya.
arti kalimat di atas:
Orang yang berakal haruslah membenarkan qadla dan qadar, tahu bahwa apa yang tertulis akan terjadi dan bahwa orang yang memperlakukan temannya dengan sesuatu perlakuan yang dirinya tidak suka, sungguh-sungguh telah berbuat zalim. Hendaknya ia memegang teguh (hal itu). Hendaknya ia menyukai terhadap orang lain apa yang ia sukai terhadap dirinya. Hendaknya tidak mencari kebaikan dirinya dengan kerusakan orang lain, sebab orang yang melakukan hal itu bisa mengalami apa yang dialami oleh seorang pedagang karena temannya, konon ceriteranya :
d. Kana , Inna, Maf’ul fih dan Hal
إنه كان رجل تاجر، وكان له شريك، فاستأجرا حانوتا ، وجعلا متاعهما فيه. وكان أحدهما قريب المنزل من الحانوت، فأضمر في نفسه أن يسرق ِعدلا من أعدال (أكياس كبيرة) رفيقه ومكر الحيلة في ذلك، وقال : إن أتيت ليلا لم آمن أن أحمل عدلا من أعدالي أو رزمة من رزمي ولا أعرفها، فيذهب عنائي وتعبي باطلا. فأخذ رداءه وألقاه على العدل الذي أضمر أخذه، ثم انصرف إلى منزله.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini:
1-إنه كان رجل تاجر
2-كان له شريك
3-كان أحدهما قريب المنزل من الحانوت
1.Adalah seorang pedagang
2.Ia mempunyai seorang teman usaha
3.Salah satu dari keduanya rumahnya dekat kios / warung
Kata إنّ terkadang dibaca أن tergantung letaknya. Secara umum, jika kata tersebut terletak pada awal kalimat maka hamzahnya dibaca kasrah, tetapi jika terletak di tengah-tengah kalimat atau terletak sesudah harf jar maka hamzahnya dibaca fathah (أن) . Sebenarnya ada kaidah sendiri menyangkut bacaan hamzah tersebut dalam buku-buku nahwu. Masalah itu tidak dibahas di sini secara khusus, sebab kedua bacaan tersebut sama sekali tidak ada pengaruhnya pada makna. Tetapi kalau harf nunnya tanpa tasydid, yakni إنْ atau أنْ akan ada pengaruh yang cukup besar terhadap makna, sebab kata إنْ bisa bermakna إنّ seperti dalam ayat وإنْ كانت لكبيرة إلا على الخاشعين (dan sesungguhnya salat itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu). Dalam konteks lain, kata tersebut juga dapat bermakna “apabila”, misalnya dalam kalimat إن تزرني أزرك (Kalau kamu mengunjungi saya, saya akan mengunjungi kamu) atau إن تنجح في الامتحان أعطك هدية (Jika kamu lulus dalam ujian maka kamu akan kuberi hadiah). Dalam konteks yang lain lagi bisa bermakna “meskipun” seperti dalam kalimat: زارني صديقي مرة في الأسبوع وإن كان بيته بعيدا عني (Temanku datang mengunjungiku seminggu sekali meskipun rumahnya jauh dariku).
Sebagaimana كان , kata إن mempunyai isim dan khabar. Keduanya berasal dari mubtada’ dan khabar. Dalam arti bahwa, struktur mubtada’ dan khabar jika ditambah harf إنّ atau أنّ di depan maka yang asalnya mubtada’ akan menjadi isimnya, dan yang asalnya khabar akan menjadi khabarnya. Hal ini berkaitan dengan masalah bacaan, yakni rafa’ dan nasab. Isim كان bacaannya rafa’ , sementara isim إن bacaannya nashab. Sedangkan khabar كان bacaannya nashab , sementara khabar إن bacaannya rafa’. Jadi antara keduanya berbalikan.
Satu hal yang perlu menjadi catatan adalah bahwa Ismi إنّ atau أنّ terkadang berupa kata ganti, tetapi tidak merujuk kepada kata sebelumnya, melainkan ke pernyataan yang ada sesudahnya, misalnya dalam kalimat اعلم أنه لاإله إلا الله , kata ganti yang ada pada kata أنه tidak merujuk kepada kata sebelumnya sebagaimana lazimnya kata ganti, tetapi merujuk kepada pernyataan sesudahnya yaitu لاإله إلا الله . Arti kalimat tersebut menjadi “ Ketahuilah bahwasanya tidak ada tuhan kecuali Allah”. Termasuk dalam contoh ini adalah kalimat :إنه كان رجل تاجر artinya “Bahwasanya konon ada seorang pedagang”.
Kata كان ada dua macam, ada yang tam dan ada yang naqis, bedanya kana tam tidak memiliki khabar, tetapi hanya fa’il saja, seperti pada contoh nomor satu. Sedangkan kana naqis memiliki isim dan khabar yang asalnya struktur mubtada’ dan khabar.. Setelah ada kana , yang asalnya mubtada’ menjadi isim kana dan yang asalnya khabar mmenjadi khabar kana. Jika khabarnya berupa jar majrur atau zaraf sedangkan isimnya nakirah maka letak khabar di awal, dengan kata lain khabar muqaddam, seperti pada contoh nomor dua. Jika khabarnya bukan jar majrur atau zaraf, maka letak khabar tetap di belakang, seperti pada contoh nomor tiga.
Kata كان biasanya menunjukkan peristiwa yang terjadi pada masa lampau, karena itu biasanya kata tersebut dipakai untuk mengungkapkan cerita – cerita tentang masa lampau, seperti kalimat كنت أدرس في القاهرة artinya, Dulu saya belajar di Kairo (sekarang tidak lagi). Tetapi jia dikatakan أدرس في القاهرة maka artinya Saya belajar di Kairo (sekarang ini). Meskipun demikian, bisa juga maknanya tidak menunjuk demikian, seprti ungkapan كان الله غفورا رحيما , Sifat Maha Pengampun dan maha Penyayang Allah bukan hanya dahulu saja, karena itu, maka fungsi كان dalam konteks tersebut adalah sebagai penguat.
1-إن أتيت ليلا لم آمن أن أحمل عدلا من أعدالي أو رزمة من رزمي
2-يذهب عنائي وتعبي باطلا
1.Kalau saya datang di waktu malam, saya tidak merasa yakin(tidak ) membawa salah satu karung saya sendiri. (Orang tersebut ingin mengambil karung temannya tentunya yang berisi sesuatu yang jauh lebih berharga, bukan karungnya sendiri). Bisa juga diterjemahkan menjadi: Kalau saya di waktu malam, saya bisa keliru membawa karung saya sendiri.
2.Kesulitan dan jerih payah saya hilang secara percuma
Kata yang digaris bawah pada contoh nomor satu adalah maf’ul fih sebab kata tersebut menunjukkan keterangan waktu. Sedangkan yang digaris bawah pada cotoh nomor dua adalah hal, sebab kata tersebut menjelaskan keadaan fa’il.
إنه كان رجل تاجر، وكان له شريك، فاستأجرا حانوتا ، وجعلا متاعهما فيه. وكان أحدهما قريب المنزل من الحانوت، فأضمر في نفسه أن يسرق ِعدلا من أعدال (أكياس كبيرة) رفيقه ومكر الحيلة في ذلك، وقال : إن أتيت ليلا لم آمن أن أحمل عدلا من أعدالي أو رزمة من رزمي ولا أعرفها، فيذهب عنائي وتعبي باطلا. فأخذ رداءه وألقاه على العدل الذي أضمر أخذه، ثم انصرف إلى منزله.
Konon ada seorang pedagang,, punya teman usaha. Mereka menyewa sebuah kios dan menaruh barang dagangannya di situ.. Salah satu dari mereka, rumahnya dekat kios tersebut.. Ia menyimpan niat buruk dalam dirinya untuk mencuri salah satu karung milik temannya itu.. Ia pun mengatur siasat untuk maksud tersebut.. Ia berkata (dalam hatinya): “Jika saya datang (ke kios untuk mengambil barang temannya) di waktu malam, saya bisa keliru mengambil karung saya sendiri sementara saya tidak tahu, maka hilang percuma saja kesulitan dan jerih payah saya. Maka ia pun mengambil kainnya dan meletakkan di karung yang sudah direncanakan akan diambilnya, kemudian ia pulang ke rumahnya..
وجاء رفيقه بعد ذلك ليصلح أعداله، فوجد رداء شريكه على بعض أعداله، فقال: والله هذا رداء صاحبي، ولا أحسبه إلا قد نسيه. وما الرأي أن أدعه هاهنا، ولكن أجعله على رزمه، فلعله يسبقني إلى الحانوت فيجده حيث يحب. ثم أخذ الرداء فألقاه على عدل من أعدال رفيقه، وأقفل الحانوت ومضى إلى منزله.
Analisis Bahasa :
وجاء رفيقه بعد ذلك ليصلح أعداله
Sebagaimana terdahulu bahwa kalimat ( jumlah )dalam bahasa Arab ada dua macam, yakni jumalh fi’liyyah dan ismiyyah, kedua-duanya lazim dipakai dalam kehidupan berbahasa. Sementara dalam bahasa Indonesia, meskipun ada kalimat verbal (fi’liyyah ) dan nominal ( ismiyyah ) tetapi yang terakhir ini lebih lazim digunakan.
Kata رفيقه adalah fa’il, sedangkan أعداله maf’ul bih .Atinya menjadi “Temannya datang setelah itu, untuk untuk memperbaiki karung-karungnya”.
فوجد رداء شريكه على بعض أعداله
Kata رداء شريكه adalah tarkib idlafi yang menjadi maf’ul bih. Sedangkan fa’ilnya adalah dlamir mustatir pada kata kerja وجد . Artinya menjadi “Maka ia mendapatkan kain temannya pada sebagian karung-karungnya
فلعله يسبقني إلى الحانوت
Kata لعل adalah termasuk kelompok إن mempunyai isim dan khabar . Isimnya adalah kata ganti ketiga mufrad, sedangkan khabarnya berupa jumlah yaitu يسبقني إلى الحانوت artinya menjadi “Barangkali ia mendahuluiku ke kios” maksudnya “ Barangkali dia lebih dulu pergi ke kios daripada saya”.
أخذ الرداء فألقاه على عدل من أعدال رفيقه، وأقفل الحانوت ومضى إلى منزله.
Kata-kata yang digaris bawah di atas semuanya maf’ul bih. Artinya kalimat “Ia mengambil kain, lantas menaruhnya pada salah satu karung di antara beberapa karung temannya, mengunci (pintu ) kios dan lantas pulang ke rumahnya.”.
Jadi arti kalimat tersebut di atas adalah:
Temannya datang setelah itu, untuk untuk memperbaiki karung-karungnya. Tiba-tiba ia mendapatkan kain temannya pada sebagian karung-karungnya. Lantas ia berkata: “Demi Allah , ini kain sahabat saya. pasti dia lupa. Sebaiknya tidak saya tinggalkan di sini, tapi biarlah saya ikatkan saja di karungnya, barangkali dia lebih dulu datang ke kios , dia tentu akan suka menemukannya. Ia mengambil kain, lantas menaruhnya pada salah satu karung di antara beberapa karung temannya, mengunci (pintu ) kios dan lantas pulang ke rumahnya.
فلما جاء الليل أتى رفيقه ومعه رجل وقد واطأه (وافقه) على ما عزم عليه، وضمن له جُعْلا (أجرا) على حمله فصار إلى الحانوت، فالتمس الرداء في الظلمة فوجده على العِدل، فاحتمل ذلك العدلَ، وأخرجه هو والرجل وجعلا يتراوحان (يتناوبان) على حَمْله، حتى أتى منزله، ورمى نفسه تعبا.
Analisis Kalimat :
Kata الليل dan رفيقه adalah fa’il. Kalimat (jumlah ) ومعه رجل وقد واطأه على ما عزم عليه adalah hal, sebab kalimat tersebut menjelaskan keadaan fa’il yang ma’rifat (kata yang definit). Jika yang dijelaskan berupa kata nakirah (infinit), kalimat tersebut akan menjadi sifay (na’at). Kata جُعْلا , الرداء , ذلك العدل , منزله dan نفسه adalah maf’ul bih. Sementara kata جعلا pada kalimat وجعلا يتراوحان على حمله termasuk أفعال الشروع yakni kata kerja yang mempunyai arti “memulai” (seringkali bisa juga diterjemahkan dengan “lantas”). Kemudian kata تعبا adalah maf’ul li ajlih , sebab menjelaskan alasan atau sebab dari suatu perbuatan, yaitu “merebahkan dirinya” (رمي نفسه ) . Arti keseluruuhan kalimat menjadi :
Ketika malam telah tiba, datanglah temannya itu bersama seseorang yang telah menyetujui untuk melakukan apa yang dimaksudkannya, ia menjanjikan upah kepadanya untuk membawa apa yang dimaksudkannya. Maka pergilah ia ke kios, lantas ia mencari kain dalam kegelapan. Ia dapatkan pada karung tertentu, ia angkat karung itu dan bersama orang laki-laki tersebut ia mengeluarkannya. Lantas mereka berdua saling bergantian membawa karung tersebut sampai di rumahnya Begitu sampai langsung ia merebahkan dirinya karena kapayahan.
فلما أصبح افتقده فإذا هو بعض أعداله، فندم أشد الندامة ثم انطلق نحو الحانوت ، فوجد شريكه قد سبقه إليه ففتح الحانوت، ووجد العدل مفقودا: فاغتمّ لذلك غما شديدا، وقال: واسوأتاه من رفيق صالح قد ائتمنني على ماله وخلفني فيه ! ما ذا يكون حالي عنده ؟ ولست أشك في تهمته إياي ، ولكن قد وطّنت (هيّأت ظ صمّمت) نفسي على غرامته. ثم أتى صاحبه فوجده مغتما، فسأله عن حاله، فقال: إني قد افتقدت الأعدال، وفقدت عدلا من أعدالك، ولا أعلم سببه، وإني لا أشك في تهمتك إياي، وإني وطّنت نفسي على غرامته ، فقال له : يا أخي لا تغتم: فإن الخيانة شر ما عمله الإنسان، والمكر والخديعة لا يؤديان إلى خير، وصاحبهما مغرور أبدا ، وما عاد وبال البغي (الظلم) إلا على صاحبه، وأنا أحد من مكر وخدع واحتال. فقال له صاحبه : وكيف كان ذلك؟ فأخبره بخبره، وقص عليه قصته فقال له رفيقه : ما مثلك إلا مثل اللص والتاجر. فقال له: وكيف كان ذلك؟
Analisis Teks :
Kata إذا pada kata yang digarisbawah berikut adalah fujaiyyah , dapat bermakna “ternyata” فلما أصبح افتقده فإذا هو بعض أعداله Artinya: Ketika datang waktu pagi ia mengeceknya, ternyata karung yang dibawanya itu salah satu di antara karung sendiri.
Kata yang digaris bawah berikut ini adalah maf’ul mutlaq . Cirinya, bentuk mashdar (ندامة ) dari kata yang sama dengan kata kerjanya , yakni ندم dan berfungsi mengokohkan makna (ta’kid) suatu perbuatan (ta’kid al-fi’li ).
فندم أشد الندامة ثم انطلق نحو الحانوت
Artinya : Maka ia pun sangat menyesal, keemudian pergi ke kios.
Dua fungsi lain dari maf’ul mutlaq adalah : 1)menjelaskan jumlah perbuatan ( bayan ‘adad al-fi’ly ) dan 2) menjelaskan macam perbuatan (bayan nau al-fi’li a)
Kata yang digaris bawah berikut ini semuanya maf’ul bih
فوجد شريكه قد سبقه إليه ففتح الحانوت، ووجد العدل مفقودا
Sedangkan kata مفقودا adalah hal, karena menjelaskan keadaan maf’ul bih yang ma’rifat.
Artinya : Ia mendapatkan temannya usahanya lebih dulu pergi ke kios, membuka kios dan mendapatkan karungnya hilang (maksudnya : menyadari atau tahu karungnya hilang)
Kata yang digaris bawah berikut ini adalah maf’ul mutlaq
: فاغتمّ لذلك غما شديدا
Artinya : Karena itu maka ia susah sekali
لست أشك في تهمته إياي
Kata تهمته adalah termasuk idlafat al-mashdar ila fa’ilihi artinya bahwa yang menjadi mudlaf ilaih di sini adalah fa’ilnya. Sedang kata إياي adalah maf’ul bih. Arti kalimat tersebut “Saya tidak ragu tentang tuduhan dia kepada saya ” maksudnya “ Saya yakin dia menuduh saya”
أتى صاحبه فوجده مغتما
Penentuan fa’il dan maf’ul dalam suatu kalimat tidak dapat dilepaskan dari konteks kalimat Sebab seringkali sesuatu kata mempunyai kemungkinan dari satu jabatan kata (tarkib). Dalam hal ini pemahaman tehadap konteks yang lebih luas sangat ditekankan untuk dapat menentukan tarkib yang tepat.
Sedangkan kata صاحبه adalah fa’il, kata yang digaris bawah adalah maf’ul bih, dan kata مغتما adalah hal, sebab kata itu menjelaskan keadaan kata ganti ketiga dalam kalimat tersebut. Artinya “ Sahabatnya datang, ia menpatkannya dalam keadaan bersedih”.
إني قد افتقدت الأعدال، وفقدت عدلا من أعدالك
Struktur kalimat yang digaris bawah adalah fi’il + fa’il (berupa dlamir )+ maf’ul bih, artinya “Sungguh saya telah mengecek karung-karung dan saya kehilangan salah satu di antara karung-karungmu”.
1-لا أعلم سببه
2-إني لا أشك في تهمتك إياي
3-إني وطّنت نفسي على غرامته
Kata yang digaris bawah di atas adalah maf’ul bih,, karena itu maka bacaannya nashab. Hanya saja, untuk contoh nomor dua dan tiga anda nashabnya tidak tampak, sebab kata إياي adalah kata ganti (dlamir) bersifat tetap (mabni), sementara kata نفسي karena mudlaf kepada ya mutakallim sehingga huruf akhirnya dikasrah. Untuk kata تهمتك إياي strukturnya sama dengan yang di atas, yakni idlaf al-mashdar ila fa’ilihi. Artinya menjadi “tuduhanmu kepada saya”.
Adapun arti masing-masing kalimat di atas secara urut sebagai berikut:
1. Saya tidak tahu sebabnya
2. Saya tidak ragu akan tuduhanmu kepada saya. Maksudnya : Saya yakin kamu menuduh saya
3. Saya menyiapkan diri saya untuk menggantinya. Maksudnya: Saya bersedia untuk menggantinya.:
Jadi arti keseluruhannya adalah:
Ketika hari sudah pagi , ia mengeceknya, ternyata karung itu salah satu karungnya. Maka ia pun amat menyesal, kemudian ia pergi ke toko.. Tapi ternyata teman usahanya itu sudah lebih dulu ke tokonya dan membukanya. Setelah tahu bahwa karungnya hilang, ia sangat sedih karena itu, seraya berkata: “ Betapa malangnya saya, menghadapi orang baik yang telah memberi kepercayaan atas hartanya dan urusannya kepada saya. Bagaimana saya harus menghadapinya? Saya yakin dia menududh saya. Tetapi saya sudah siap untuk menggantinya..Kemudian datanglah temannya (yang telah mengambil karung sebelumnya) mendapatkannya bersedih. Maka temannya itu menanyakan tentang keadaannya. Lantas ia pun mengatakan : “ Saya telah mengecek karung-karung itu, dan saya kehlangan salah satu di antara kaung-karungmu. Saya tidak tahu sebabnya. Tentu kamu menuduh saya. Saya (bagaimanapun juga ) harus siap untuk menggantinya..”
فقال له : يا أخي لا تغتم: فإن الخيانة شر ما عمله الإنسان، والمكر والخديعة لا يؤديان إلى خير، وصاحبهما مغرور أبدا ، وما عاد وبال البغي (الظلم) إلا على صاحبه، وأنا أحد من مكر وخدع واحتال. فقال له صاحبه : وكيف كان ذلك؟ فأخبره بخبره، وقص عليه قصته فقال له رفيقه : ما مثلك إلا مثل اللص والتاجر. وكيف كان ذلك؟
Analisis Kalimat:
Kata إن الخيانة شر ما عمله الإنسان terdiri dari isim inna (الخيانة ) dan khabarnya (شر ما عمله الإنسان ). Kata شر ما adalah tarkib idlafi , yang mudlaf ilaihnya berupa isim maushul yaitu ما . Setiap maushul pasti mempunyai shilat al-maushul, berupa jumlah atau syibh al-jumlah,. dalam contoh di atas adalah jumlah عمله الإنسان yang terdiri dari fi’il – maf’ul bih berupa dlamir (kata ganti) – fa’il. Dalam bahasa Indonesia, struktur kalimat yang polanya seperti ini sering diartikan dengan bentuk pasif. Ungkapan “apa yang melakukannya manusia” sebagai terjemahan harfiah dari jumlah tersebut terasa amat janggal dalam bahasa Indonesia. Maka, untuk gagasan yang sama, dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan cara “ apa yang dilakukan oleh manusia”. Jadi arti kalimat di atas adalah Sesungguhnya khianat itu adalah sesuatu (perbuatan) paling jelek yang dilakukan oleh manusia”.
Kalimat ما عاد وبال البغي إلا على صاحبه adalah struktur istitsna, dengan menggunakan نفي dan إلا . Struktur semacam ini menimbulkan arti hashr (pembatasan). Dalam bahasa Indonesia kadang-kadang diartikan dengan tambahan kata “hanya”. Jadi arti kalimat di atas adalah “Akibat kezaliman itu hanya akan kembali kepada yang melakukannya”. Contoh lain, misalnya, kalimat : ما اشتريت إلا ثلاثة كتب artinya “Saya hanya membeli tiga buku”. Tetapi, arti semacam ini bukan kepastian, sebab konteks kalimat harus selalu menjadi pertimbangan, misalnya pada struktur istitsna kedua di atas : ما مثلك إلا مثل اللص والتاجر , atruktur kalimat ini juga istitsna tetapi tampaknya leih cocok diartikan : “Perumpamaanmu tidak lain seperti perumpamaan Pencuri dan Pedagang.” (Ada kisahnya tersendiri).
Jadi arti kalimat di atas adalah :
Maka temannya itu berkata kepadanya: “Wahai saudaraku jangan bersedih, sebab sesungguhnya khianat itu merupakan perbuatan terburuk yang dilakukan oleh manusia, dan bahwa tipu daya dan kelicikan itu tidak membawa kepada kebaikan, bahwa pelakunya selamanya tertipu dan bahwa akibat dari perbuatan aniaya itu hanyalah akan kembali kepada pelakunya. Saya adalah salah satu dari orang-orang yang berbuat tipu muslihat, licik dan curang. Lantas temannya bertanya kepadanya: “Bagaimana kok seperti itu?” Ia pun memberitahu peristiwanya dan menceriterakan kisahnya. Lalu temannya mengatakan kepadanya : Perumpamaanmu tidak lain seperti perumpamaan (antara) pencuri dan pedagang..Bagaimana perumpamaan itu? (Seperti dalam cerita berikut ini)
مثل اللص والتاجر
قال : زعموا أن تاجرا له في منزله خابيتان إحداهما مملوءة حنطة، والأخرى ذهبا. فترقبه بعض اللصوص زمانا، حتى إذا كان بعض الأيام تشاغل التاجر عن المنزل، فتغفله (ترقب غفلته) اللص، ودخل المنزل، وكمن في بعض نواحيه. فلما هم بأخذ الخابية التي فيها الدنانير أخذ التي فيها الحنطة، وظنها التي فيها الذهب، ولم يزل في كد وتعب، حتى أتى بها منزله. فلما فتحها وعلم ما فيها ندم.
قال له الخائن : ما أبعدت المثل، ولا تجاوزت القياس ، وقد اعترفت بذنبي وخطأي عليك، وعزيز عليّ أن يكون هذا كهذا. غير أن النفس الرديئة تأمر بالفحشاء. فقبل الرجل معذرته.
Analisis bahasa:
أن تاجرا له في منزله خابيتان
Kata yang digaris bawah adalah khabar inna , yang berupa jumlah terdiri dari khabar muqaddam dan mubtada’ muakhkhar. Artinya “Bahwa seorang pedagang dia punya dua kantong di rumahnya”.
إحداهما مملوءة حنطة، والأخرى ذهبا
Kata yang digaris bawah di atas adalah tamyiz. Berbeda dengan hal , tamyiz menjelaskan sesuatu hal yang belum jelas berkaitan dengan benda, bukan keadaan, sebagaimana hal. Persamaannya, keduanya menjelaskan sesuatu yang belum jelas. Arti kalimat tersebut : Salah satunya penuh dengan gandum, yang lainnya (penuh dengan) emas”.
فترقبه بعض اللصوص زمانا
Kata yang digaris bawah di atas adalah maf’ul fih atau zaraf, dalam hal ini zaraf zaman sebab memberi keterangan waktu. Jika memberi keterangan tempat, disebut zaraf makan. Arti kalimat tersebut: “Maka sebagian pencuri telah mengintainya beberapa lama”.
حتى إذا كان بعض الأيام تشاغل التاجر عن المنزل
Kata كان pada kalimat di atas tidak memiliki khabar, sebab merupakan كان تام . Artinya: “Sampai suatu saat pada suatu hari pedagang itu punya kesibukan jauh dari rumah.”.
فتغفله (ترقب غفلته) اللص، ودخل المنزل، وكمن في بعض نواحيه.
Kata تغفّل mengikuti wazan تفعّل berasal dari غفل artinya “mencari-cari kelalaian”. Kata المنزل adalah maf’ul bih. Arti kalimat di atas menjadi : Maka pencuri tersebut mencari-cari kelengahan si pedagang, ia masuk rumah dan bersembunyi di salah satu sudutnya”.
فلما همّ بأخذ الخابية التي فيها الدنانير أخذ التي فيها الحنطة
Kata همّ ب artinya bermaksud. Kata أخذ الخابية adalah idlafat al-mashdar ila maf’ulihi Kata أخذ di sini bukan kata kerja ( fi’il) melainkan mashdar (termasuk isim ), sebab terletak sesudah harf jar ب . Sementara kata yang di garis bawah di atas adalah maf’ul bih , berupa isim maushul. Adapun shilath al-maushulnya adalah jumlah yang terletak sesudahnya, yakni فيها الحنطة , maka artinya menjadi:”Ketika dia bermaksud mengambil kantong yang berisi uang dinar, (ternyata) dia mengambil tong yang berisi gandum”.
ظنها التي فيها الذهب
Kata ganti ها adalah maf’ul pertama , sedangkan kata التي adalah maf’ul kedua. Artinya” Ia menyangkanya kantong yang berisi emas.”
لم يزل في كد وتعب، حتى أتى بها منزله
Kata في كد وتعب adalah kabar dari لم يزل (termasuk kelompok إن ) , kata أتى ب artinya “datang dengan atau membawa” sedangkan kata منزله adalah maf’ul bih . Artinya menjadi: “Terus bersusah payah sampai ia membawanya ke rumahnya”
فلما فتحها وعلم ما فيها ندم.
Kata yang digaris bawah di atas adalah maf’ul bih berupa isim maushul. Adapun shilat al-maushulnya adalah syibh jumlah yakni فيها . Artinya menjadi : Ketika ia membuka kantong itu dan tahu apa yang ada di dalamnya, ia menyesal.
قال له الخائن
Kata yang digaris bawah di atas adalah fa’il, jadi arti kalimat tersebut “Orang yang berkhianat itu mengatakan kepadanya”
ما أبعدت المثل، ولا تجاوزت القياس
Kata ما dalam konteks di atas adalah untuk arti nafi, sedangkan kata yang digaris bawah di atas adalah maf’ul bih . Meskipun kalimat tersebut merupakan kalimat berita (jumlah khabariyyah ) tetapi dari konteknya bisa dimaknai sebagai jumlah insyaiyyah. Arti harfiahnya : Engkau tidak menjauhkan perumpamaan dan tidak melebihi analogi” maksudnya “Jangan terlalu jauh membuat perumpamaan dan jangan kelewatan membuat analogi”.
وقد اعترفت بذنبي وخطأي عليك
Harf wawu yang ada pada awal kalimat merupakan wawu haliyyah , sebab kalimat tersebut menjelaskan keadaan fa’il pada kalimat sebelumnya. Harf tersebut sering diartikan “padahal”. Kata اعترف ب artinya “mengakui” , maka kata ذنبي merupakan maf’ul bih , sementara kata خطأي juga ‘athaf kepada kata tersebut. Jadi artinya menjadi “ Padahal aku sudah mengakui dosa dan kesalahan ku padamu” .
عزيز عليّ أن يكون هذا كهذا
Kata أن يكون adalah fa’il mu’awwal dari kata عزيز . Kata ini adalah sifah musyabbahah berwazan فعيل . Sebagaimana fi’il , sifah musyabbahah juga mempunyai fa’il Sedangkan kata كهذا adalah khabar dari يكون . Artinya menjadi: “ Saya merasa berat hati, kalau ini seperti ini”, maksudnya : “Amit-amit kalau perbuatan saya ini disamakan dengan itu.”.
غير أن النفس الرديئة تأمر بالفحشاء
Kata النفس الرديئة adalah tarkib idlafi. Kata رديئة adalah bentuk sifah musyabbahah . Artinya menjadi : “Hanya saja jiwa yang rendah itu menyuruh perbuatan yang keji.”
فقبل الرجل معذرته
Kata yang digarisbawah di atas adalah maf’ul bih. Artinya “Maka orang itu menerima permintaan maafnya”.
Arti teks di atas:
Perumpamaan pencuri dan pedagang
Ia berkata : Konon ada seorang pedagang yang mempunyai dua kantong di rumahnya . Salah satunya penuh dengan gandum, yang lain penuh dengan emas. Beberapa pencuri mengintainya beberapa lama, Sampai pada suatu saat pada suatu hari pedagang itu punya kesibukan jauh dari rumah. Maka pencuri tersebut mencari-cari kelengahan si pedagang, ia masuk rumah dan bersembunyi di salah satu sudutnya. Ketika dia bermaksud mengambil kantong yang berisi uang dinar, (ternyata) dia mengambil kantong yang berisi gandum. Ia menyangkanya kantong yang berisi emas, dengan bersusah payah ia bawa sampai ke rumahnya. Maka ketika ia buka dan tahu apa yang ada di dalamnya barulah menyesal. Orang yang berkhianat itu berkata kepadanya: “Jangan terlalu jauh membuat perumpamaan dan jangan kelewatan membuat analogi, padahal aku sudah mengakui dosa dan kesalahanku padamu. Amit-amit kalau perbuatan saya ini disamakan dengan itu, hanya saja jiwa yang rendah itu menyuruh perbuatan yang keji.” Maka orang itu menerima permintaan maafnya.